Senin, 26 Maret 2018

Konsistensi



Ini kata benda yang belakangan sangat mengintimidasi saya deh  😅.

Selain bekerja kantoran full time, mengasuh anak, menjalankan bisnis, saya juga menjalankan profesi financial planning dengan membuka sesi konsultasi dengan klien, sehingga konsistensi dalam hal menulis blog menjadi sulit saya jaga.

Ide berhamburan di kepala, setiap menemukan peristiwa yang ada kaitannya dengan perencanaan keuangan dan bisa jadi ide untuk blog post, langsung deh saya catat. Tapi untuk kemudian mengembangkannya menjadai artikel atau tulisan di blog, yastagaaahhh.... susyeh bener yaakk.... 😬.

And so, saya mulai buat jadwal update blogpost.

Punya stok artikel.

Dan yang terpenting menjaga konsistensi blog ini.






Selasa, 13 Maret 2018

I Can't Afford It





Simply say those magic words to save our money.

Saya percaya kebutuhan hidup manusia, yang paling dasar, pada hakikatnya memiliki batas kata cukup.

Tapi keinginan manusia sungguh limitless.

Apalagi keinginan terkait gaya hidup.

Hari ini ingin beli tas baru, padahal baru bulan lalu beli tas. Hari ini ingin beli sepatu. Hari ini ingin beli baju, padahal baju yang dibeli bulan lalu aja belum sempat dipakai. Hari ini ingin beli jam tangan baru. Hari ini ingin cobain cafe terbaru. Hari ini ingin beli handphone terbaru padahal handphone sekarang belum lama dipakai dan kondisinya masih sangat oke. Hari ini ingin, ingin, ingin, ingin... Dan terkait gaya hidup keinginan kita seringkali terkait barang konsumtif.

Sebanyak apapun uang kita, nggak akan pernah cukup memenuhi keinginan yang limitless ini.

Dan seringnya kita memaksakan diri untuk membeli barang atau jasa terkait keinginan.

When we are in a situation of not having enough money to buy consumptive items or services, simply say "I Can't Afford It".

Titik.

It stops us for being denial and act as if we still have plenty of money to afford these stuffs yang pada gilirannya hanya membuat kita mengambil jalan pintas yaitu berhutang. Consumptive debt is the most dangerous debt for our personal finance.

Simply say "I Can't Afford It" for a new designer bag or shoes, for a high class beauty treatment, for the luxurious holiday or trip, when we don't have money for it.

Simply say "I Can't Afford It".

Take a deep breath.

Get some distance on the things you are so eager of.

And let it go.

It's not always what we WANT need to be fulfilled.





Jumat, 02 Maret 2018

Paid, Not Debt Vacation



 pic : usatoday


Katanya (kata siapa ya? hihihi...) generasi milenial dan manusia kekinian gemar sekali traveling. Bahkan traveling menjadi lebih utama dibanding kepemilikan aset tetap seperti rumah.

Itu salah?

I won't judge :) Secara saya juga suka banget traveling hahaha...

Cheers to all of us who love traveling; solo, family, group, any kind.

The issue, in my opinion is not about the traveling, but about how we fund it.

Entah bagi sebagian orang traveling adalah kebutuhan utama sekalipun, tetap saja yang harus diperhatikan adalah bagaimana kita membiayai traveling tersebut. 

Biayai traveling dengan lunas!

Tuh, sampai pakai tanda seru.

Banyak kartu kredit dari bank tertentu menawarkan promo hal-hal terkait traveling, you name it; mulai dari promo harga tiket, promo rate hotel, promo restaurant, bahkan promo objek wista tertentu, sampai promo diskon tambahan untuk belanja. Wuidihhh... gimana nggak tergiur, coba?

Tapi yang mau saya sampaikan adalah try at our very super duper best effort to pay everything, especially leisure activities and stuffs in CASH, Sodara-Sodara.

Sekalipun kartu kredit menawarkan banyak kemudahan transaksi dan aneka diskon, gunakan itu semua hanya sebagai alat pembayaran, dan dana untuk melunasinya sudah kita siapkan sebelum tanggal jatuh tempo tiba. Jadi kita jadi smart credit cash holder/ user.

Misal, liburan penuh kesan selama seminggu di Korea, dengan kumpulan foto kenangan yang ciamik, upload di media sosial dengan gambar yang cantik, dan oleh-oleh yang memenuhi bagasi, tapi begitu kembali ke "dunia nyata" alias liburan selesai kita pusing dengan tagihan terkait liburan?

Itu mah namanya kita menambah masalah yang sebenarnya nggak perlu ada dalam hidup.

Amat sangat boleh banget kita melakukan traveling tentu saja, tapi persiapkan segalanya, terlebih dananya.

Buat akun khusus atau bentuk tabungan khusus yang memang dedicated untuk keperluan traveling ini, dengan jangka waktu yang jelas dan terukur. Semisal di liburan akhir tahun kita ingin liburan bersama keluarga, total 4 orang, di Bali selama 1 minggu.

Maka dihitunglah total biaya tiket, hotel atau penginapan, makan, rental kendaraan jika dipilih demikian, biaya masuk objek wisata, dan sebagainya. At least rough calculation nya dapat, kan jadi ada gambaran tuh berapa dana yang dibutuhkan.

Buat dedicated saving account dengan target dana sejumlah hasil hitungan tersebut dan pastikan dalam jangka waktu berapa lama kita akan mencapai target dana tersebut.

Terus, semisal membeli tiket dengan kartu kredit yang kita punya karena ada promo khusus, misalnya, ya boleh aja dipakai kartu kredit dan promonya, tapi pastikan sudah bisa kita lunasi sebelum tanggal jatuh tempo. 

Biasanya kan semakin jauh hari beli tiket bisa dapat harga lebih murah ya. Nah eksekusi atau realisasi pengeluarannya dicicil dengan misal sekarang dana tersedia untuk beli tiket dulu, silahkan. Kemudian terkumpul dana untuk membayar hotel atau penginapan dan mau langsung eksekusi dulu pelunasan hotel atau penginapan, silahkan juga. 

Point nya adalah traveling yang dipersiapkan dengan dana yang siap, dibayarkan semua di muka, sehingga kita benar-benar mendapatkan manfaat terbaik dari perjalanan, dan sepulang dari perjalanan itu  kita nggak yang kzl alias kesel sendiri ketika tagihan kartu kredit atau personal loan yang menagih kita biaya makan super enak di fancy restaurant di liburan lalu yang bahkan rasa makanannya sudah nggak kita ingat lagi :)

Be smart with our money, Temans.


Kamis, 01 Maret 2018

Mindful Vacation





Ketika saya wisuda CFP awal Februari lalu, karena acaranya di hari Jumat, saya niatin banget dan saya mengajukan cuti kantor.

Saya ajak Theo.

Selain urusan seremonial wisuda, we spent our weekend there in Yogya.

Somehow saya menyadari, merencanakan liburan yang mindful. 

We didn't go to "common tourism spot" and take lots pictures.

We did cuddling in hotel room, went to traditional market near our hotel, simply tried to breath, live, feel the living in Yogyakarta.

No tired activities, simply had fun, and were very happy.

I now realize I need more of this kinda mindful vacation.