Selasa, 29 Maret 2016

Mindfulness





Salah satu sisi view Kiyomizu Temple, Jepang, 2015. Saya sampai di puncak Kiyomizu Temple menjelang sunset, dan saya ingat betul yang saya rasakan saat melihat ke arah sisi ini, tenang, adem... Saya beruntung bisa menikmatinya


Belakangan ini sering sekali membaca kata ini di aneka media. Selalu hanya membaca sekilas, tidak memaknai artinya, ya udah sih baca sambil lalu begitu aja.

Sampai kemarin I - somehow, pas ingat sekarang juga bingung sendiri kok bisa ya - had a great time to be in silent. Actually when I was driving. Tidak menyalakan radio, tidak sambil sesekali cek handphone (ok, ini tidak dibenarkan), benar-benar hanya fokus dan menikmati traffic sebisa mungkin.

Kadang kita (saya) melakukan banyak hal secara bersamaan, mengerjakannya atas nama ketergesaan, mengerjakannya secara teknis begitu saja, terjadi begitu saja tanpa benar-benar sadar dan memaknai apa yang dikerjakan.

Contoh yang sering saya alami misal saya antri di kasir minimarket, biasanya di depan meja kasir kan ada aja tuh ya aneka coklat dan permen dan cemilan-cemilan lain. Sementara kasir sedang mem-bar-code (apa sih istilahnya yang benar? :D) saya sibuk pilih-pilih coklat, dan seketika kasih ke kasir sambil bilang "Ïni juga deh, Mbak" tanpa saya rencanakan sebelumnya tanpa saya sadari sepenuhnya apa iya saya memang butuh coklat itu? Dan pas kasir mention misal "Semua jadi sekian rupiah, Bu" saya bingung aja sambil mikir beli apaan aja sih ini ya kok jadi segini, padahal tadi dari rumah cuma pingin beli roti tawar, misalnya.

Atau seringnya pas saya nyetir. Saya tidak fokus pada traffic. Saking sudah terbiasanya menembus macet tol setiap pagi saya sampe sudah refleks aja gitu pasrah bahwa tol pagi hari memang macet dan saya hanya tinggal mengikuti arus. Saya tidak memaknai perjalanan, saya sering loh nyetir sambil pikiran kemana-mana atau pikiran kosong (loh?) terus tiba-tiba oh sudah sampe sini ya?

Atau di kantor deh, lagi berusaha fokus menyelesaikan program pemasaran bulan ini, misalnya terus tangan iseng aja gitu atas perintah otak yang juga iseng tentunya buka-buka web online shop apalah, lihat-lihat model baju apalah, atau baca artikel apalah, terus tiba-tiba eh udah setengah jam aja such a waste of time dan pas mau balik lagi ke topik program pemasaran yang tadi sedang dikerjakan saya hang dulu mau mulai lagi dari mana ya.

Nah, ini contoh paling mengenaskan dan paling sangat sangat sering banget terjadi. Memilih makanan. Saya sering tidak dengan kesadaran penuh memilih makanan. Beli makan siang, misalnya kalau saya lagi dinas di luar kantor ya sudah sih makan dimana resto atau rumah makan yang terlihat bersih dan enak aja, tanpa saya menyadari terlebih dulu sebenernya saya butuh makan sehat apa? Apakah saya lagi kurang makan sayur, misalnya? Atau jangan juga lah makan bebek goreng lagi kan minggu kemarin udah, katanya itu kolesterolnya banyak loh, tapi saya ga menyadari, pokoknya yang penting makan aja dulu.

Ini satu contoh lagi yang mengenaskan sangat. Setelah all day long with daily activities, sampai rumah lagi, sambil main sama Theo saya juga sibuk stalking-in account instagram entah siapa ajalah sambil lihat dagangan orang-orang (instagram tuh sejenis pasar juga ya? :D) dan setiap Theo manggil saya "Ma... (ok, dia belum bisa bilang Muti) iyat... iyat..." yang maksudnya "Ma, lihat... lihat" sambil dia unjuk kebolehan joget2 ikutin jingle iklan di tivi, and I suddenly realize oh sampai anak saya pun, saat tubuh saya secara fisik ada di dekat dia, anak saya harus minta perhatian saya secara khusus untuk melihat dia karena walau badan saya ada tapi pikiran saya ke handphone dan aneka account instagram itu.

Itu... nonjok saya banget deh.

Dan hari Minggu kemarin saya ajak Theo ke Gramedia (saya bukan sponsor article atau apalah), niatnya ajak Theo beli buku cerita baru karena buku cerita dia sebelumnya sudah habis saya bacakan, dan di salah satu rak saya menemukan bukunya Adjie Silarus; Hadir Utuh Sadar Penuh. 

Baru sampai fase buka bungkus plastiknya sih per hari ini hihihi...

Pasti saya baca. Apakah cukup menjawab kegelisahan saya tentang mindfulness?

Nanti saya tulis lagi ya.

Paralel saya juga lagi baca buku Focus nya Daniel Goleman.

Tuh kan baca buku aja ga fokus hihihi...

Sedang saya baca. Apa isinya nanti saya tulis lagi ya.

Selamat Selasa, Selamat berkarya :)

-nova-

Jumat, 18 Maret 2016

Lari


I was a runner. At least sampai zaman SMU I was Pelari Sekolah lah, lumayan kuat, lumayan lama endurance nya, dan sangat menikmati lari.

Then I left it.

And now I miss it.

Kangen lari. Kangen "mengalahkan diri sendiri" untuk mencapai tujuan yang diniatin sejak start. Kangen pakai sepatu olahraga :). Ingin hidup lebih sehat.

Dalam rangka badan bergerak dan niat hidup lebih sehat beberapa waktu lalu sempat join fitness center gitu, bahkan sempat pakai Personal Trainer segala deh. Tapi kemudian menyadari dua kendala utama; saya pembosan dan tidak bisa berkomitmen dengan waktu mengingat jam kerja dan mengurus usaha yang tak tentu waktu. Yang ada rasanya rugi aja bayar fee terikat sekian lama tapi dalam satu bulan bisa datang 1x aja rasanya udah susah banget atur jadwalnya.

Then I decided selesai membership di fitness center. Not to mention join fitness center ga baik ya, more about kesesuaian pola saja. For those who are committed with schedule, join fitness center tuh asik banget dan amat sangat banyak manfaatnya untuk kesehatan.

It just doesn't fit on me :D 

Couple of days ago cek cek cek rak sepatu dan mendapati hey, sepatu putih pink yang biasa saya pakai olahraga ini masih ada, masih bagus, cuma dekil berdebu karena lama ga disentuh.

Dicuci, dibersihkan, dan jadi bagus lagi, bersih lagi.

Sekarang sepatu sudah bersih. Apa saya akan lari lagi? Saya niat :). Akan diwujudkan? Nanti saya share lagi ya...

Tidak berencana untuk ikut marathon sekian K yang lagi hip banget, tidak juga berencana untuk jadi atlet hihihi... Cuma pingin bisa bangun lebih pagi, lari, berkeringat, sehat, dan merasa "ok, I know I give my body more opportunity to be healthier".

*Errr... kalau ternyata bisa ikutan marathon sekian K gpp juga sih. Can they -The Panitia-  bikin dulu marathon 1k aja? 1K tuh dihitung marathon ga sih?*.

-nova-

Senin, 14 Maret 2016

Salam,

Salam,

Saya Nova.

Duluuuuu..... amat sangat dulu, saya kenal blog saat masih kuliah dan kerja part time di sebuah e-commerce company. I was a content writer at that time, jadi yah sambil ngetik-ngetik tulisan untuk beberapa website, I also wrote what crossed in my mind di blog.

Mostly tulisan-tulisan sejenis curhat lah ya waktu itu sih.

It was around 2003 deh seingat saya.

Then i finished my school, entered the corporate world (well, that e-commerce company juga corporate yaaahh... tapi karena waktu itu kerjanya part time jadi sering lebih terasa "main-main ke kantor" daripada kerja sungguhan mencari nafkah).

Sempat berpindah di beberapa perusahaan, sampai akhirnya pada 2005 menetap (so far hihihi...) di perusahaan sekarang ini. Try my best and give my best and do my best for my career.

Sambil menjadi pekerja kantoran, I also build and manage some small businesses.

I  am a proud and blessed mother of a wonderful son, named Theo, after 3 times kehamilan yang gagal sebelumnya. That moment was soooo... apa yah, rasanya seperti "the whole entire universe, bahkan seluruh tatanan galaksi di luar bimasakti dan makhluk sekecil amuba pun terasa benci banget apa yah sama aku sampai aku bolak-balik keguguran dan ga bisa banget apah punya anak?".

Well, here I am now. A mother, an employee, an entrepreneur.

Dengan banyak sekali perubahan, pengalaman, dan kisah yang jauh berkembang sejak 2003 lalu (ya iyalah, ini sudah 2016 ajah).

Saya ingin menulis lagi...

Ga tahu juga apa blog ini isinya akan konsisten tentang topik-topik tertentu.

Ga tahu juga apa blog ini akan berumur panjang atau hanya sekian bulan (seperti blog di 2003 itu, yang namanya saja saya sudah lupa).

Hanya ingin menulis.

Mudah-mudahan ada manfaat bagi yang membaca, minimal saat saya sendiri membacanya ulang :).

Before nulis macam-macam I think I need to let you know kenapa nama blognya mutimenulis. 

Muti means mother (my son calls me Muti, bahasa Jerman, sejenis Mommy lah kalau Bahasa Inggris nya. Kenapa pakai Bahasa Jerman? Karena saya belajar Bahasa Jerman selama 5 tahun di Goethe Institut dan sampai hari ini amat sangat jarang saya gunakan *tears*, jadi yah at least kata "Muti" masih bisa saya dengar diucapkan anak saya nantinya).  




mutimenulis karena Saya, seorang Muti menulis...

-nova-