Jumat, 22 Desember 2017

Menjual Barang Bekas Layak Pakai


  pic source : magicfreebiesuk.co.uk


Blogpost kali ini saya ingin menceritakan pengalaman saya yang masih amat sedikit ini menjual barang-barang bekas layak pakai.

Jadi ceritanya karena ingin hidup lebih minimalis, saya melakukan declutter atas personal belongings saya. Mostly pakaian dan aksesoris yang masih amat sangat layak pakai, I just simply don't use or wear it anymore.

Saya kemudian mulai berkenalan dengan platform penjualan used items seperti OLX dan Carousell.

Dan so far, sejak intensif declutter pertengahan tahun ini saya berhasil menjual cukup banyak pakaian, jam tangan, tas, dompet, sepatu, kamera, laptop, buku, dan beberapa hal lain, bahkan meja dan rak-rak ex bazaar yang sudah tidak saya gunakan lagi.

Hasilnya?

LUMAYAN BANGET.

Awalnya saya fokus menjual meja, rak-rak display ex bazaar/ counter usaha saya. Jadi memang niatnya ya sudahlah ya yang penting terjual, nggak menuh2in rumah, dan syukur bisa jadi uang. Kemudian saya mulai menjual pakaian dan aksesoris pribadi saya, dan "meracuni" adik-adik saya untuk yuk coba lihat deh, personal belongings mana yang sebenarnya sudah tidak mereka perlukan dan tidak pakai, sini jualin aja.

Dan somehow melayani chatt dengan orang-orang dari antah berantah yang bertransaksi dengan saya, dengan aneka cara menawar, sampai memastikan cek pembayaran, mengajarkan saya banyak hal tentang prakteknya berjualan online.

Jadi nambah pengetahuan.

Ternyata saya yang dulu sama sekali nggak tertarik dengan used items, menjadi sangat tertarik ketika menyadari bahwa barang-barang kita lebih dibutuhkan dan sesuai untuk orang lain dibanding kita simpan berlama-lama dan toh nggak jadi apapun juga.

Saya baru coba dua aplikasi itu sih ; OLX dan Carousell.

Kalau di OLX enaknya lumayan banyak yang lihat iklan kita, terus ada fitur beli slot iklan untuk di-high light selama periode tertentu sehingga kemungkinan iklan kita dilihat orang lebih besar.

Kalau di Carousell enaknya menurut saya simple ya. Nggak pakai high light segala, ada aja sih barang yang berhasil saya jual di Carousell juga.

Beda aplikasi beda ketentuan sih ya.

Tapi intinya kedua aplikasi itu lumayan banget dioptimalkan untuk menjual preloved items kita.

Saran saya sih benar-benar barang yang mau kita jual adalah yang memang masih amat sangat layak ya, jangan yang udah nggak oke. Karena kalau saya sih menempatkan diri juga di posisi calon pembeli, apa iya ada yang mau membeli barang yang kondisinya sudah nggak banget?

Saran berikutnya perihal harga, set harga yang ya udah emang kita jual barang itu karena untuk mengurangi stuffs at home gitu, bukan yang dalam rangka mengingat harga belinya dulu berapa. Kalau memang masih sayang sama barang tersebut sebaiknya nggak usah dijual, takut entar patah hati sama tawaran dan calon pembeli yang ih suka tega deh.

Dan oh ya, set harga awal agak di-up ya, karena dipastikan 99,99% calon customer akan menawar walau kita sudah jelaskan itu fixed price hihihi...

-nova-


Senin, 18 Desember 2017

Murder On The Orient Express



 pic : 20th century fox

Pernahkah ada diantara teman sekalian memendam cinta sendiri?

That's what i feel about Hercule Poirot :).

Hercule Poirot adalah tokoh detektif rekaan Agatha Christie, selain beberapa tokoh lain seperti Miss Maple dan lainnya.

Sejak SMP kelas 1 saya membaca buku-buku Agatha Christie dan mengoleksinya. Sampai kuliah semester 3 atau 4 deh rasanya hampir 60-an buku Agatha Christie sudah saya baca semua. 

Dan efeknya masa abegeh dan remaja saya diisi dengan jatuh cinta dan ke-suka-an sendiri sama di Hercule Poirot ini.

Di masa abegeh ketika peers seusia saya menyukai boyband dan membaca manga Jepang yang memang happening banget pada masa itu.

Saya membayangkan Poirot ini lelaki berkumis nyentrik dengan badan yang kecil dan tingkah laku yang unik, Sel-sel kelabu di otak, itu istilah yang saya hafal banget deh.

Tapi jenis nge-fans nya saya bukan yang jatuh cinta terus mengidolai sampai jadi yang seperti gimanaaaaaaa... banget gitu. Kayaknya itu juga didorong oleh kenyataan bahwa saya nggak punya teman dalam hal per-Poirot-an ini. Siapa lah di masa SMP, di sekitar saya yang baca Agatha Christie? Seingat saya sih nggak ada. Jadi saat teman-teman sebaya seru cerita boyband, saya sekedar ikutan tahu aja. Tapi saya mau bahas Poirot ini sama siapa dong???

Dan di tahun 2017 ini muncul lah film Murder On The Orient Express. 

You whaaaatttt???

Saya nulis blogpost ini memang sudah berlalu edisi jadwal tayang film nya.

Saya nonton film ini 2x dong. Iyes, 1x nggak cukup hihihi...

Dan ketika nonton yang pertama, filmnya selesai, begitu keluar bioskop mata saya berkaca-kaca saking bahagianya. Bahagiiiiiaaaaaa.... banget mengetahui cerita yang selama belasan tahun menemani masa remaja saya dibuatkan film yang bagus dan indah banget begitu. 

I mean, oh ya Tuhan, Johny Depp dan Penelope Cruz tahu kisah Poirot ya? :D

Saya nggak berkompeten bahas sisi teknis film nya, tapi Pak Sutradara sekaligus pemeran Poirot, Kenneth Branagh, itu  bagus banget deh bikin film nya. Walau awal baca referensi saya agak ilfil, ini maksudnya sutradara merangkap pemain utama?

But, then.... setelah nonton it's okay banget penggambaran Poirot nya, walau definetely nggak plek tekuplek seperti Poirot di bayangan saya.

I'm trying to say thank you to this movie team for the good work!!!

U make my teen dream comes true!!! :D

Dengar-dengar sih mau dibuat lagi film yang Death On The Nile.

Mudah-mudahan beneran deh ya. Can't wait.

Merasakan bahwa "cinta diam-diam" saya ke Poirot "terbayarkan", dan menyadari bahwa saat saya nonton bioskop juga lumayan penuh, artinya ada cukup banyak orang yang nonton film ini dan merasakan ke-suka-an sama Poirot ini bukan "rasaku sendiri". Ahhhhh... nulis blogpost ini aja saya masih terasa banget bahagianya setelah menonton film ini.

And what I realize now, it is okay to love something out of common, love will find its own way.

Ealaaaahh... kok jadi gombal :D.

-nova-


Senin, 11 Desember 2017

Kreasi Dengan Hati



 pic source : pinterest.com

Pertengahan tahun lalu saya baru menyadari bahwa saya tidak punya keterampilan, dan saya gelisah. Iya, saya gelisah karena sadar saya nggak punya keterampilan :).

Menjawab kegelisahan itulah saya kemudian ingat-ingat lagi semaksimal mungkin apa keterampilan yang bisa saya lakukan ya?

Nggak ada dong. Hahahaha.... Serius. Saya nggak punya keterampilan, loh ternyata. Ada orang yang bisa masak dan masakannya enak. Ada orang yang bisa menjahit. Ada orang yang bisa merias. Variasi kegiatan bisa apa saja, baik jasa ataupun menghasilkan produk.

Saya tuh nggak bisa loh keterampilan begitu.

Eh buset,  gegana -gelisah galau merana- banget deh udah setua ini baru ngeh nggak punya keterampilan.

Then i asked myself what do I like? Coba ingat-ingat masa sekolah dulu pelajaran keterampilan apa yang saya menikmati prosesnya , bukan stress menyelesaikan tugasnya.

Anything connected with floss or thread.

Per-benang-an.

Maka saya pun cari-cari workshop singkat yang sekiranya saya suka. Saya terusin deh kegiatan-kegiatan saya sebelumnya untuk rajin ikut workshop. Maka sepanjang 2017 ini saya mengikuti workshop :

- Shibori (meneruskan workshop shibori yang tahun lalu).
- Sashiko
- Kogin
- Weaving
- Embroidery
- Loop of yarns
- Macrame.

Saya sendiri aja bingung dengan betapa rajinnya saya mengikuti aneka workshop itu hahaha...Tapi yang saya rasa dan sadari, saat mengerjakannya -mulai dari ide, membuat pola, memilih tema warna, mengerjakan, sampai jadi hasil akhir, saya senang banget, nyaman banget, dan bisa somehow jadi lebih calm gitu. Enak deh berkarya handmade yang dijalankan dengan bahagia dan pakai hati. Eciyeeee... Tanpa saya sadar ini jadi semacam stress relieve juga buat saya, karena saat mengerjakannya saya tenang dan nggak bisa grasa-grusu. Kudu sabar pisan...

Saya juga jadi secara serius follow akun sosmed para pro crafter di bidang-bidang itu. Kebanyakan orang Jepang untuk shibori dan sashiko, para crafter dari Eropa untuk macrame, weaving, dan loop of yarns. Saya beneran pelajari hasil karya mereka, terkagum bengong lihat kerennya hasil karya mereka dan salut dengan pilihan mereka menjadikan this handmade craft things sebagai kegiatan yang serius.

Saya sukaaaa..... :)
Dan sekarang mulai berkarya.

Tuh kan, nggak ada kata terlambat untuk memulai belajar. 

Terus karya itu mau saya jadiin apa?

Nah ini dia urusannya, nggak tahu. Hahahaha...

-nova-


Kamis, 07 Desember 2017

Coloring Book






Saya membeli buku ini satu set dengan pensil warna sejak April lalu. Sudah lama yaaa...

Katanya sih bisa untuk meredakan stress dan semacam terapi gitu kalau kita mewarnai gambar-gambar di buku ini.

Karena hari-hari saya kebanyakan habis di kantor, dan saat sampai rumah fokus sama Theo, amat sangat jarang saya sempat menyentuh set buku ini, apalagi mewarnai full dalam satu kali kesempatan.

But then karena harganya lumayan yaaahh... hihihi... sayang amat kalau ga dimaksimalin. Disela waktu yang sempit (duileh) saya terus saja menyempatkan diri mewarnai...

Suka juga deh karena ada quote-quote positif di buku ini.




Kalau dibilang dapat membantu meredakan stress, mmm... saya juga ga tahu pastinya sih apakah stress saya kemudian mereda dengan mewarnai ini, kalau yang saya rasa jelas-jelas adalah saya bingung tiap kali mau menentukan pakai pensil warna yang mana ya... Tapi saat gambarnya sudah penuh diwarnai dan lihat hasilnya yang warna-warni dengan komposisi tabrak warna ga jelas ala saya, asik juga sih :).

Repurchase for any other book?

Kayaknya nggak deh hihihi...

Buku yang ini saja saya belum habis mewarnainya.

Mungkin bagi mereka yang memang punya waktu untuk tenang, menikmati mewarnai dengan tenang, akan merasakan nikmatnya ya. Karena saya juga mewarnai biasanya sudah malam, saat anak saya sudah tidur dan saya juga sudah mengantuk sambil membayangkan list pekerjaan kantor besok, jadi yaaa... belum dapat nikmat nan tenangnya itu.

Masih ada cukup banyak gambar untuk diwarnai, mungkin kalau saya lebih tepat memprosesnya, oke lah saya akan bisa menikmati ya.

Keep giving it a try! 

-nova-


Senin, 04 Desember 2017

Pouch Kosmetik

Jadi, saya adalah sales person yang malas dandan.

Sangat malas.

Buat saya berdandan adalah kegiatan yang so not me dan such a waste of time.

Saya tidak pernah secara niat dan sungguh-sungguh berdandan sebelum berangkat kerja atau berangkat ke suatu acara misalnya.

Tapi saya sangat suka, suka banget dengan berdandannya para beauty blogger atau hasil karya para make up artist. I do appreciate what they create with make up. Cantik. Saya juga suka tuh perhatiin swatches lipstick, eyeshadow, dan sebagainya. Love it.

But when it comes to me, ehm... ehm, ehm, ehm lah ya...

Saya suka pilih-pilih lisptick baru, eyeshadow baru, dan sebagaainya. Apalagi saat sedang diskon, secara saya adalah perempuan modis alias modal diskon ya... suka deh beli make up. Tapi yaaa... pas saya aplikasikan kok ya ga minat. Ini gimana sih?

Hingga suatu waktu lalu saya mendapati pouch make up saya isinya berantakan, banyak tak teratur, kebanyakan make up yang saya beli dengan gegap gempita tapi kemudian tidak saya gunakan.

Dengan semangat decluttering, saya membongkar pouch make up saya. Saya pisahkan berdasarkan make up yang masih saya gunakan, sudah tidak pernah saya gunakan baik karena sudah mau habis (sedikit banget yang begini) dan juga yang memang bahkan tidak pernah saya pakai sama sekali, make up yang saya menyesal kenapa saya beli misal karena ini warna apa sih sebenernya ga cocok banget buat saya kok saya beli ya, dan sebagainya.

Setelah saya pilah make up mana yang benar-benar saya pakai, ternyata ya Gusti, hanya beberapa item saja. Saya tidak perlu palet eyeshadow lengkap, misalnya karena saya pakai warna eyeshadow ya itu-itu aja, saya cukup punya 2-3 lipstick atau lipstain atau apalah itu namanya, dan lainnya. Intinya isi make up pouch saya itu sebenarnya juga kebanyakan yang saya tidak perlu atau tidak saya pakai.

Maka saya hibahkan lah make up yang tidak saya pakai itu ke ibu saya dan sebagian lagi ke anaknya bibi, ke admin, dan resepsionis di kantor yang saya yakin akan lebih berguna make up saya itu jika mereka yang memiliki.

Dan sekarang make up pouch saya hanya ini dong :) Dan isinya hanya ini....



Tapi dengan make up yang ada ini saya merasa lebih pas, tidak berlebihan, tidak kekurangan. Ya pas memang segini ini saja make up yang saya butuhkan.

-nova-


Senin, 27 November 2017

Financial Planner


 picture : forbesimg


Sudah lama saya tertarik dengan profesi ini.

Eciyeee... Tertarik.

Tepatnya sih sejak lulus S2.

Kemudian saya sempat  mengikuti tutorial persiapan untuk mendapatkan gelarnya, yang kemudian saya hamil, dan as i said earlier bahwa saya hamil tuh agak drama. Jadi kuliah persiapan alias tutorial  itu berhenti.

Financial Planner ini profesi yang membantu orang untuk mencapai tujuan hidup melalui tujuan dan perencanaan keuangan. Bukan profesi sembarangan yang semua orang bisa lakukan dengan bebas, ada sertifikasinya. Namanya CFP, Certified Financial Planner.

Selama 4 tahun saya memendam hasrat menggelora tentang profesi ini (hasrat menggelora lah ya hihihi...). Saya tertarik banget deh menjadi Financial Planner karena berbagai alasan. Mudahnya sih memang menjalani hidup ya mengalir saja, seperti air. Toh rezeki sudah ada yang mengatur, dan alasan lainnya.

Tapi seberapa banyak di sekitar kita (eh sekitar saya, deh) yang hidupnya bermasalah karena uang?

Sebenarnya masalahnya juga bukan di uang nya sih. Uang itu ibaratnya energi saja, bukan sumber masalahnya. Masalahnya adalah di pengelolaan uangnya.

Nah, mendapati hal begitu, ditambah kuliah S1 saya di Psikologi, saya mendapati banyak sekali permasalahan manusia zaman now (halah :D) dikarenakan pengelolaan uang. Less of peace, less of harmony, more stress, and even depressed because of finacial issue.

Pengelolaan uang itu, menurut saya sangat tidak bisa dianggap sepele.

Then, dengan dana yang diusahakan sangat, waktu yang artinya mengosongkan jadwal weekend selama 3 bulan, I went back to campus.

Belajar lah saya (lagi, kali ini sampai tuntas) tentang financial planning.

Dan ujian final FPSB -Financial Planning Standard Board- sudah saya jalani. Dan puji Tuhan, pada 17 November lalu sudah dapat pengumumannya bahwa saya lulus. Puji Tuhan.

Yeaaaayyyy...

Seremonial wisuda Januari tahun depan. Ah, seremonial kan perayaannya saja ya. Yang penting saya sudah CFP :).

Now what?

Am working on next things :).

-nova-

Rabu, 08 November 2017

Tentang Menjadi Lebih Sederhana



Pic from Harsh Agrawal

Less Stuff...

Itu lah yang belakangan ini menginspirasi keseharian saya.

Sejak menikmati cara hidup (lebih) minimalis; saya sebut lebih minimalis, karena saya belum sepenuhnya bisa menerapkan cara hidup minimalis ini, baru menerapkan atas hal-hal yang saya bisa saja, saya melepas banyak sekali barang.

Declutter..

Saya sudah mengurangi (ini lebay ga ya, tapi jujur sih) lebih dari 250pcs (yes, dua ratus lima puluh) pakaian saya. Ada juga cukup tas dan sepatu yang saya lepas.

Kenapa?

Karena gerah dan begah hihihi...

Jadi awalnya begini, suatu pagi saya buka lemari pakaian saya dan mendapati lemari saya penuuuuuuuhhhhhh... namun saya merasa saya nggak punya baju untuk dipakai.

Weird, eh?

Kok ya pas kebetulan juga saya menemukan beberapa blog dan sosial media mereka yang menerapkan gaya hidup minimalis. Saya tertarik mempelajari lebih jauh, dan mendapati bahwa iya ya, yang kita butuhkan bukan (sekedar) barang, tapi lebih penting adalah value dari barang-barang tersebut.

Maka saya bongkar lah lemari saya itu. Barang pribadi saya dulu deh ya, belum termasuk pernik-pernik lain di rumah yang milik keluarga.

Langkah yang saya lakukan :

1. Pisahkan baju, tas, sepatu ke dalam kategori yang saya suka dan tidak.

2. Dari kategori yang saya suka, saya pilih lagi pakaian mana yang sering saya pakai dan tidak (kategori tidak untuk pakaian yang sudah lebih dari setengah tahun tidak saya pakai). Kenapa jarang dipakai? Bisa jadi bahannya saya nggak suka, ukurannya sudah nggak muat lagi, dan sebagainya.

3. Dari kategori yang saya suka dan sering dipakai saya pisahkan lagi mana yang memang saya butuhkan, mana yang sebenarnya saya nggak butuh.

Setelah tiga langkah itu saya terapkan, saya diamkan dulu sekitar seminggu. Iyes, jadi selama seminggu ada tiga keranjang di kamar saya. Untuk 3 kategori itu.

Setelah seminggu saya pikir-pikir lagi, saya pilah lagi dengan hati yang tenang dan pikiran yang seksama, mana yang mau saya keep dan mana yang mau saya lepas.

Jadilah dua keranjang, yang saya keep, dan yang saya lepas.

Saya diamin lagi tuh seminggu lagi.

Kemudian saya pilih lagi, pilih lagi, pilih lagi dan yakinkan diri, oke fiks yang ini saja yang saya keep.

As a result, ternyata yang saya keep ga banyak, benar-benar yang saya suka dan saya perlukan.

Terhadap sisanya yang saya lakukan :

1. Kasih ke bibi.

2. Ikut charity bazaar di gereja yang seluruh hasil penjualan buat kegiatan sosial.

3. Saya jual di platform penjualan used items.

Dan sekarang, walau belum bisa secanggih pola 333 wardrobe capsule ala minimalis sejati, setidaknya saat saya membuka lemari pakaian, saya mendapati barang-barang yang memang saya suka, dan saya pakai.

Tanpa saya sadari, hal ini menjadikan saya lebih sederhana. 

Setiap ada barang yang saya taksir, saya nggak yang nafsu banget harus beli, karena mengingat ini bakal terpakai lama atau nggak, kalau nggak, nanti dihibahkan ke siapa, bisa dijual lagi nggak? Kalau jawabannya nggak, saya nggak jadi beli hihihi...

Alokasi dana nya saya pakai untuk ikut kelas-kelas workshop singkat. Yang memperkaya diri saya secara keterampilan, pengalaman, dan pertemanan karena bertemu dengan komunitas-komunitas baru. 

Saya kok.... agak suka ya dengan progress yang saya jalani ini :)

-nova-


Kamis, 02 November 2017

Online Window Shopping




Saya sukaaaaaa sekali mengunjungi aneka online shop. Baik yang web based, di marketplace, di instagram, dan aneka sosial media. Sukanya maksimal.

Melihat produk yang dijual oleh  para pedagang online mulai dari fashion, tas, sepatu, sambel, buku, sampai diapers anak. You name it lah, saya sukaaaaa.....

Rasanya langsung saya pengen klik semua pilihan "add to cart" atau japri ke penjualnya untuk yang model bisnisnya harus menghubungi penjual secara japri.

But then.... Mengingat isi saldo rekening plus setelah dipikir-pikir apa iya saya butuh semua barang yang saya suka itu?

Jadi gegara sedang mencoba pola hidup minimalis, saya menjadi sangat memikirkan ketika ingin membeli sesuatu secara online.

Naksirlah sangat dengan barang-barang yang dijual, baik yang memang butuh maupun yang ingin.

Belakangan ini saya mencoba pola 3 - 3 - 3(0) ala saya.

Itu ga ada teorinya, saya aja yang bikin sendiri hihihi...

Jadi misal ada sesuatu yang saya inginkan -di luar kebutuhan urgent ya, tapi jarang banget sih saya beli sesuatu secara online untuk barang yang urgent- tips saya adalah :

1. Misal saya tertarik baju, itu saya beneran perhatiin detail size atau ukurannya. Kalau dalam satuan inch, saya jadiin centimeter dulu hahaha... Pokoknya jangan sampai salah beli. Saya baca benar itu bahannya apa. Kalau saya terbayang bahannya dan saya ngerti, saya masukkan kategori oke. Kalau saya nggak ngerti jenis bahannya, mending nggak usah. Karena saya punya pengalaman lihat foto bajunya oke, size nya cocok, tapi ga paham itu jenis bahan apa, saya tetap beli. Pas barangnya datang eh ternyata beibeh itu bahannya nggak banget yang tipis menerawang terbang-terbang gitu (ini gimana sih menjelaskannya ya :D).

Misal saya tertarik dengan sepatu atau tas atau sambel (halah, kok jauh ya range nya), saya suka membandingkan yang model sejenis, di toko sebelah harganya gimana, apakah ini masuk harga wajar.

2. Setelah barang yang saya incar masuk kategori ok, saya (sudah) nggak pernah (lagi) langsung beli. Saya diamin dulu 3 hari. Kalau setelah 3 hari saya bahkan sudah nggak ingat barang itu lagi, ya sudah, lupakan keinginan memilikimu, eh.... Tapi jika misal setelah 3 hari saya masih kepikir dan keingat juga sama barang tersebut, maka saya masukkan kategori oke level berikutnya.

3. Kemudian saya tunggu lagi 3 minggu. As I said earlier saya jarang beli sesuatu yang urgent secara online. Kategori barang urgent menurut saya misal obat turun panas saat anak sakit, diapers anak saat stok di rumah habis, dan sejenisnya. Kalau baju, tas, sepatu, dan sejenisnya masih bisa menunggu lah. Saya tunggu 3 minggu lagi dong (iya, lama, tapi bodo amat hihihi...). Kalau dalam 3 minggu itu saya bahkan nggak ingat pernah ngintip account instagram si penjual nya, ya sudah lupakan sajalah. Tapi misal setelah 3 minggu itu saya sampai ga bisa tidur karena memikirkan tas incaran, misalnya. Nah masuk oke level gawat.

4. Daaaannn... Tradaaaa... saya tunggu lagi sampai 30 hari dong. Jreeeenngg... Jika selepas 30 hari saya terindu-rindu sama barang itu, berikutnya yang jadi pertimbangan saya adalah meyakinkan diri lagi apakah barang ini saya perlukan, jika iya maka fix saya beli.

Hahaha... Lama yaaaa...

As I said, bodo amat.

Namanya juga lagi berhemat dan menerapkan hidup minimalis, jadi yang memang benar-benar saya pertimbangkan akan menambah value, baru akan saya beli. Sebisa mungkin belanja dengan sadar, intinya sih itu buat saya.

My way could be agak lebay yeee... Tapi ya itulah sebisa-bisanya daya saya menjaga kestabilan saldo rekening.

Jadi, ga hanya di toko fisik, saya juga adalah pembelanja online store yang suka window shopping.

Teman-teman bagaimana?

-nova-

Senin, 23 Januari 2017

Hello, 2017


Ini sudah tanggal 23 Januari aja dong, dan saya baru menulis blog "Hello, 2017".

Maksud saya, nggak sekalian aja nulisnya nanti di bulan April atau Juni, gitu? :)

Awal tahun ini saya tidak sibuk, tidak grasa-grusu, tidak juga menetapkan banyak resolusi, memilih untuk menjalani dengan sangat santai.

Alkisah sejak pertengahan tahun lalu, saya mendapati diri ini sibuk ga juntrungan. Sibuk. Sibuk tapi ga terlihat hasil akhirnya apa. Sibuk tapi tidak sepenuhnya menyadari apalagi menikmati prosesnya.

Bertemulah saya dengan beberapa blog tentang hidup yang lebih simple, yang tidak sekedar sibuk.

bemorewithless.com

theminimalists.com

Kemudian saya melihat diri saya yang menjalankan banyak kegiatan, yang sibuk, tapi sibuk yang ga asik. Sibuk aja gitu.

Sibuk yang asik adalah fokus. Hidup yang dijalankan dengan fokus.

Maka di awal tahun ini saya hanya punya satu pocket agenda (biasanya saya punya agenda tebal dan super lengkap hihihi...) dan memilih untuk menjalankan hidup yang fokus menjadi Ibu yang lebih sabar untuk Theo, menjadi pekerja yang bernilai bagi perusahaan, dan menjalankan bisnis yang fokus dan compact.

Saya memandang tahun ini dengan lebih clean.

-nova-