Rabu, 14 Desember 2016

Menjelang Akhir Tahun dan Target di Kantor





Saya bekerja di Unit Pemasaran. Jadi saya adalah Pemasar Asuransi Kerugian. Adakah hal lain di muka bumi ini yang lebih sulit untuk dijual selain asuransi?

Produknya secara fisik hanya sehelai kertas ditempel materai. Yang baru terasa manfaatnya justru saat kita mengalami kerugian, jadi pas bayar harga produk, tidak langsung menikmati manfaatnya.

Semacam dipaksa beli ga, sih? :)

Tapi tenang... Blog ini walau berisi juga tentang pekerjaan saya, saya tidak akan jualan asuransi kok disini hihihi...

Jadi salesperson, tukang urus klaim, penyusun strategi pemasaran, menciptakan produk, dan balik lagi di dunia sales, pekerjaan saya 11 tahun ini berkutatat di core pemasaran bisnis asuransi. Saya terbiasa bekerja dengan target (nulis ini kok serasa lagi nulis CV buat apply pekerjaan baru ya hehehe...), buat saya dikasih target tuh udah ga heran, menetapkan target sendiri juga sudah biasa, bekerja jumpalitan untuk mencapai target itu makanan sehari-hari.

Dan selama 10 tahun terakhir apapun target yang diberikan, puji Tuhan, saya selalu berhasil mencapainya, tidak jarang lebih.

Di tahun ini, 2016 tercinta ini bisnis (saya rasakan) semakin berat.... Target saya rasanya ya ampun Gusti ini kok masih jauh banget ya angkanya. Ada beberapa account yang bisnisnya juga menurun sehingga berefek ke penurunan perolehan premi kami. Selain itu harus saya akui, kami juga ada beberapa marketing intelligent yang lambat menyerap strategi bersaing dari perusahaan asuransi pesaing.

Jadi saat ini, di last month of this year saya galau berat lihat laporan produksi.

Galau...

-nova-

Selasa, 13 Desember 2016

Kompetensi Profesi






Saya bekerja di sebuah perusahaan milik negara di bidang asuransi umum atau asuransi kerugian. Direncanakan? Jelas tidak :)

But then last 11 years of my career life spent in this company, jadilah saya -walau terhuyung-huyung antara mood dan tidak mood, antara rajin dan malas (yang lebih sering dimenangkan oleh perasaan malas), antara merasa perlu atau tidak- mengambil juga apa yang dinamakan ujian-ujian kompetensi yang menghasilkan tambahan gelar profesi untuk dunia kerja saya.

Namanya AAAIK - Ajun Ahli Asuransi Indonesia Kerugian.

Yang saat sudah lulus boleh dilanjutkan ke AAIK - Ahli Asuransi Indonesia Kerugian.

Kemudian saya mulailah dunia petualangan mendapatkan gelar itu. 5 tahun pertama saya bekerja akhirnya saya mendapatkan AAAIK (A3IK) dengan metode belajar yang antara iya dan tidak hihihi... Saya tidak pernah ikut tutorial, kursus, atau belajar apapun secara khusus untuk setiap subjek ujian A3IK. Saya membiasakan diri belajar mandiri saja sekitar sebulan sebelum jadwal ujian. Saya cari bahan-bahan ajarnya di perpustakaan kantor (iya, kantor saya punya perpustakaan loh, ini saya karyawan atau mahasiswa ya?) atau mencari informasi tambahan di internet, juga ke sekertariat AAMAI (Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia) untuk mem-foto copy bahan-bahan terbaru jika ada. 

Kemudian sekitar 2 minggu atau selambatnya 1 bulan sebelum ujian saya mencicil belajar setiap weekend di coffee shop. Saya pembosan, saya tidak tahan belajar dalam keheningan, saya lebih memilih belajar di coffe shop. Bisa tuh saya seharian dari pagi sekitar jam 8 sampai selepas maghrib nongkrong di coffee shop untuk belajar. Bahkan saking niatnya, saya bawa buah potong, air mineral, dan makan siang supaya bisa tetap stay di coffee shop selama berjam-jam.

Puji Tuhan, saya lulus A3IK.



Kemudian edisi hidup saya hamil bolak-balik keguguran, hingga akhirnya melahirkan dan membesarkan anak, rasanya kok malas ya kembali ke dunia belajar. Buka buku CII (Chatered Insurance Instititute) yang masih asli bahasa inggris, sebagai bahan ujian, memahami materi atas subjek-subjek yang bukan "makanan" pekerjaan saya sehari-hari.

Walau kalau saya simak baik-baik, saya tekuni dengan sungguh, ya Gusti banyak banget deh ilmu dan pengetahuan tentang best practice asuransi di buku-buku CII Itu. Kadang saat lagi beneran niat belajar saya menyesal ketemu buku-buku CII ini hanya beberapa saat sebelum ujian, dimana saya membaca materinya pakai strategi ala ujian. Baca yang sekiranya keluar di ujian saja. Belajar dengan strategi ala bimbingan belajar zaman SMU dulu lah hihihi... Kan tujuannya jelas, supaya saya siap ikut ujian. 

Padahal, kalau pas ketemu bab atau sub bab tertentu dari buku-buku CII, saya bisa sambil baca best practice asuransi di beberapa negara luar sana, dan sambil mengangguk-angguk kepala, saya mikir "oohh... begitu ya...". Seandainya saya beneran menikmati membaca buku-buku itu dengan santai dan tidak terburu-buru, pasti banyak ilmu yang bisa saya dapat.


Saya termasuk orang yang antara iya dan tidak menjalankan aneka ujian tersebut. Karena di kantor kebetulan pula saya di jalur pemasaran dan merasa tidak perlu-perlu amat, seperlu teman-teman yang di jalur teknik asuransi- untuk mendapatkan gelar yang prestisius itu.

Tapi tanggung.... Dari 5 subjek AAIK (A2IK), saya yang belum tinggal 2 subjek lagi.

Jadi saya putuskan saya ambil saja lah.

Ujian lah saya tanggal 20 September kemarin subjek 402 A2IK. *ini super late post ya.

Hasilnya? Puji Tuhan, saya lulus.

Yeaaaayyy.... Dan untuk merayakannya saya mentraktir diri sendiri es krim dong hihihi...

Saya ingin banget kah, ingin setengah mati, untuk jadi A2IK? 
Yaaaa.... Biasa aja sih.

Harus selesaikah si A2IK ini semacam kuliah S1 atau S2 saya yang kalau tidak lulus bisa di-drop-out?
Ya..... Nggak sih. Wong si A2IK ini ikut ujiannya tergantung "keikhlasan" saya saja.

Terus ngapain mumet?
Karena saya ingin menuntaskan yang sudah saya mulai.
 
*tsaaahh....

-nova- 

Jumat, 09 Desember 2016

Menikmati Buku
















Saya penikmat buku. Buku konservatif, bahkan, buku cetak, bukan e-book dan sejenisnya.

Saya senang membaca. Sangat. Baca apa saja.

Mau dikata milyaran informasi tumpah ruah dan dapat diakses dengan mudah melalui berbagai platform digital, baik berita benar maupun hoax hihihi... saya tetap tuh langganan koran harian cetak, dua tabloid cetak, dan tetap saya baca full, tidak hanya baca iklan tentang harga diapers lagi banyak diskon di hipermarket mana saja :).

Setiap bulan saya memisahkan anggaran tersendiri, walau tidak banyak, untuk beli 1-2 buku baru. Buku fiksi ataupun non fiksi, buku manajemen, pemasaran, bisnis, motivasi diri, novel romantis, novel detektif, apa saja deh saya baca.

Seingat saya, saya mulai koleksi buku sejak SMP. Ulang tahun ke-13 in spite of any other gifts a young girl could ask for her birthday present, saya ingat saat itu saya minta jam tangan dan satu set komik Candy-Candy ke orang tua saya. Satu set lengkap dari komik 1-9 yang kemudian saya bungkus dengan sampul dan saya simpan baik-baik setelah saya baca.

Setelah itu seperti unstopable saya membaca buku.

Saya koleksi buku-buku Agatha Christie (dan karenanya jatuh cinta setengah mati sama Hercule Poirot, tokoh detektif rekaan Christie), saya membaca banyak novel detektif dan komik Jepang semasa SMP-SMU.

Mulai kuliah S1 selain buku-buku wajib kuliah, saya tidak keberatan hunting buku-buku Psikologi lainnya di daerah Kwitang. Kwitang di awal tahun 2000-an, saat saya kuliah S1, adalah surganya buku. You asked any kind of book and tradaaaa... para Pedagang disana punya dong buku yang kita cari.

Dan ketika sekarang saya bekerja di bidang asuransi kerugian, untuk mendapat gelar profesi, ada berbagai ujian dengan subjek yang kita harus pelajari sendiri. Mungkin memang ada tipe orang yang baca sebentar, terus langsung paham isinya dan tradaaa... ikut ujian, lulus. Saya mah apa atuh, eh saya mah tidak bisa begitu. Buat saya untuk satu subjek ujian saja saya perlu membaca buku-buku CII (Chartered Insurance Institute) sebagai bahan ujian, selama setidaknya dua minggu sebelum ujian. Benar-benar saya baca dan saya pahami isi bukunya. Apa saya keberatan? Sama sekali tidak, malah saya senang saja bisa membaca buku keren begitu. Saya kadang mikir kalau saja saya baca buku ini tidak sekedar dalam rangka ujian -yang artinya membaca buku harus dengan strategi poin-poin penting, tapi memang membaca buku dengan santai- saya pasti akan sangat bisa menikmati buku-buku CII yang amit-amit tebalnya itu.

Memasuki kuliah S2, selain buku-buku yang direkomendasikan dosen untuk mata kuliah, saya tidak keberatan hunting buku-buku pendukungnya, saya baca dengan santai, saya nikmati isinya. Kebetulan pula saya belum punya anak sampai saya selesai kuliah S2, jadi saat di rumah, benar-benar bisa santai membaca buku, atau saat weekend saya bisa ke coffee shop mana, pesan kopi atau teh, cari spot untuk duduk yang nyaman, dan saya membaca sampai saya malu pesan hanya satu cangkir teh tapi nongkrong di cofee shop nya seharian hihiihi...

Akibat yang saya rasakan sekarang adalah, entah kenapa, saya lebih suka membaca buku daripada menonton televisi di saat senggang saya di rumah. Tidak ada televisi di kamar saya. Sebelum tidur saya lebih suka mendongeng atau mengobrol dan mendengarkan ocehan Theo sampai dia mengantuk dan tertidur.

Saya jadi tidak ke-kini-an ya? Bodo ah, yang penting saat bersama buku, saya merasa nyaman.

Ciyeeeeee.... nyaman bersamanya. Itu buku apa sandaran hidup? :)

-nova-






Selasa, 06 Desember 2016

Brush Lettering on Tote Bag






Ceritanya masih lanjutan dari keinginan saya menambah keterampilan.

Setelah mencoba belajar Shibori dan Membatik, saya kemudian mencari informasi lagi tentang kegiatan kreatif lainnya. Ada kegiatan Brush Lettering yang menarik minat saya. Cek jadwal ternyata memungkinkan. Saya pun mendaftar.

Kenapa Brush Lettering?

Sejujurnya saya juga nggak ngerti kenapa saya pilih kegiatan ini. Sepertinya more about kesesuaian waktu aja, pas jadwal mereka, pas saya juga bisa.

Here are some pics...











Love it.

Tidak terlalu rumit, bisa berkeasi, kenalan dengan orang-orang baru yang hebat dan kreatif. Menyenangkan.

Sekarang jadi terpikir ini enaknya kelanjutannya diapain ya?

-nova-


Jumat, 21 Oktober 2016

Shibori & Membatik

Pardon my youth.

Saya termasuk jenis makhluk yang tahunya menuntut ilmu itu ya secara akademis saja. Kalaupun zaman sekolah ada pelajaran terkait keterampilan atau kesenian, tidak menggemari, ya dijalani supaya dapat nilai di raport aja gitu.

Ok, pardon my youth.

Saya - di usia sekarang hampir 35 tahun - baru menyadari bahwa saya sungguh tidak memiliki keterampilan, entah keterampilan apa lah sebagai hobi ataupun keterampilan yang memang ditekuni bahkan menjadi ahli.

Saya makhluk yang tahunya ilmu itu hanya teori.

Kemudian saya menyesal *hiks...

Tidak mau menyesal terlalu lama, saya pun memutuskan mencoba mempelajari entah apa lah keterampilan atau seni yang sekiranya menambah pengetahuan dan keahlian saya di bidang apa kek gitu.

Banyak mencari tahu sana-sini, terpikatlah saya pada fabric making. More about pola ya. Tapi saya sadar saya tidak tahu apa-apa mengenai fabric making.

Maka pada suatu hari di minggu lalu saya mempelajari Shibori dan Membatik.

.... dan saya ketagihan. Saya mau ikut "level" berikutnya. Mempelajari beberapa teknik shibori lainnya. Sukak sukak sukak... Yasssss.... :).

 

diawali dengan menggambar apa saja suka-suka saya. pengajarnya baik banget deh :)


mulai mencanting, this isi the first time ever ever ever for me, berantakan yaaahh...

hasil cantingan yang berantakan dengan gambar pola yang juga ala kadarnya

mulai ber-shibori-ria dengan teknik mokume alias menjahit

hasil jahitan kemudian "dikerucutkan"dengan menarik kedua sisi benang

semua sisi yang dijahit "dikerucutkan"

direndam dalam cairan pewarna dan perkat warna

dijemur

       setelah lapisan lilin dari proses mencanting dibersihkan, dibuka seluruh benang, jadinya begini. mungkin ini memang biasa banget, tapi buat saya yang super pemula rasanya bannngggaaaa... bisa menghasilkan karya sederhana ini              


Senin, 10 Oktober 2016

Mengajak Theo ke Toko Buku

Sejak Theo belum berusia satu tahun, saya sudah secara rutin membawanya ke toko buku. Saya senang membaca, jadi saya hampir selalu menganggarkan sedikit jumlah untuk membeli buku-buku baru. Biasanya di akhir pekan. Dan karena saya punya komitmen pribadi untuk semaksimal mungkin full mengurus Theo di akhir pekan, maka pastinya Theo ikut ke toko buku.

Sejak dia masih saya taruh di stroller sampai akhirnya bisa berjalan dan berlari, Theo sepertinya cukup familiar dengan deretan rak buku.









Dia sudah punya deretan rak favoritnya sendiri, dia langsung dong lari ke deretan rak buku dan komik anak. Buku apa saja asal bergambar dia buka, dia perhatikan seksama, sampai dia duduk di lantai untuk melihat-lihat buku. Saya senyum geli melihatnya.

Saya kasih ke dia tas kemasan, dan apapun buku yang dia anggap menarik, dia masukkan ke tas itu. Suka-sukanya aja deh pilih-pilih buku, toh nanti di kasir saya sortir lagi mana yang dibayar mana yang tidak hihihi... *nyengir emak iseng.

Yang saya mau biasakan adalah dia mengenal buku, syukur jika ternyata dia juga jadi suka membaca.

Yang saya nikmati dan syukuri adalah dengan membawanya ke toko buku, kami jadi punya quality time as mother and son tanpa harus berkegiatan yang konsumtif banget.

-nova-

Jumat, 30 September 2016

Waktu Untuk Theo

Waktu untuk Theo? 

Ya seumur hidupku lah :).

Saya perempuan bekerja, setidaknya Senin - Jumat selama 12 jam untuk perjalanan pergi pulang kantor dan bekerja, di luar waktu lembur, saya meninggalkan Theo dan menitipkannya pada orangtua saya dan bibi yang membantu kami mengasuh Theo.


sebelum berangkat kerja, pamitan dulu sama anak lanang, tidak jarang dia ajak main dulu sebelum mutinya masuk mobil hihihi....


Belakangan ini saya iri melihat para perempuan beruntung yang bisa jadi full time mother atau menjalankan bisnis sendiri di rumah dan bisa sambil mengawasi anak. Antar dan jemput anak sekolah, les, dan kegiatan lainnya.

Saat saya janjian dengan klien di mal mana gitu, pada jam kerja, kemudian saya melihat ibu seumur saya, maksud saya usia produktif kerja, bisa jalan bersama anaknya di mal, saya iri. Iri karena ibu tersebut di jam saya meninggalkan anak, dia bisa menghabiskan waktu dengan anaknya. Mungkin dia juga bekerja, dia pekerja kreatif yang tidak terikat jam kantor, atau dia jualan online, atau  dia ke mal juga mau meeting dengan kliennya, tapi memungkinkan untuk membawa anak, dan sebagainya.

Yang saya iri bukan dengan kegiatannya bekerja atau tidak, yang saya iri waktunya bisa bersama anak.

Beberapa waktu lalu di grup angkatan saya di kantor (kami masuk di perusahaan dengan program management trainee, jadi model karyawan barunya per angkatan) sempat ramai diskusi seolah "lebih mulia" mana antara ibu bekerja dan ibu yang full mengurus keluarga.

Saya sih ga ikutan diskusi begitu. Itu seperti endless discussion aja sih menurut saya. Setiap perempuan pasti sudah dengan pertimbangan super duper masak matang banget memutuskan bekerja ala kantoran atau bekerja tidak ala kantoran atau tidak bekerja sama sekali.

Karena di weekdays waktu saya bersama Theo sangat terbatas, jadi saya punya komitmen pribadi weekend sebisa mungkin, semaksimal mungkin saya penuh mengurus Theo. Rasanya ingin "menebus" waktu yang kurang di hari-hari kerja di kantor, kecuali ada kegiatan yang benar-benar tidak memungkinkan saya mengajak Theo.



yeeaayyy... berani naik kuda sendiri. sebisa mungkin weekend kami dengan kegiatan outdoor
 

weekend, our playtime, kebun raya bogor

Maka setiap pulang kerja, saya bahkan tidak menyentuh handphone dan gadget apapun, saya tidak membaca koran atau majalah, saya tidak mengurus apapun selain mengurus Theo. Saya pulang kerja, langsung mandi, setelah bersih dan merasa segar, langsung mengurus Theo, menemaninya menonton acara kartun, menemaninya menyusun kartu-kartu atau puzzle, main mobil-mobilan, bahkan kadang saya ikutan main perang-perangan dengan dia. Menemaninya mengobrol, menggodanya untuk joget-joget atau mengoceh apaaaa saja. Menjelang jam tidurnya, saya membersihkan badannya, menggantikan bajunya, diapersnya, dan menidurkannya.

Sebisa mungkin beberapa jam yang sebentar itu Theo bisa merasakan bahwa Mutinya ada dan perhatian sama dia.

Setelah Theo tidur, barulah saya dapatkan me-time saya. Saya bisa membaca koran, mengecek handphone, bahkan menulis isi blog, dan menyusun kegiatan saya untuk hari esoknya.

Di luar sana pasti banyak ibu pekerja kantoran seperti saya yang jam kerja membuat waktu dengan anak jadi terbatas. 

Menurut saya -yang juga dibesarkan oleh ibu yang bekerja- anak, baik ibunya bekerja atau tidak, akan tetap tumbuh menjadi anak yang baik, bukan sekedar kuantitas waktu, tapi juga makna, apa ya... arti, value, nilai dari kebersamaan dengan ibunya. 

Mudah-mudahan di setiap waktu yang saya habiskan dengan Theo, di setiap waktu yang sudah berjalan dan yang akan datang, anak lanangku tersayang ini tahu Mutinya amat sangat sayang dan kasih dan cinta padanya :).

-nova-


Rabu, 07 September 2016

Bekerja Untuk Siapa?

Beberapa waktu lalu, eerrr... sudah lama juga sebenarnya, tapi baru sempat menuliskannya sekarang, saya membaca www.edwardsuhadi.com ; Walaupun Bos Kamu Brengsek dan Gaji Kamu Kecil.

Eaaaa.... Nunclep jleb deziiggg jleb pooowww.... 

Nunclep banget buat saya di lubuk hati sanubari yang paling dalam.

Dia menuliskannya dengan baik. Isi tulisan yang juga sangat baik (nendang banget kalau buat saya).

Bahwa kita bekerja ya untuk diri kita. 

Peningatan kualitas diri kita selain dari cara kita menyikapi pekerjaan juga cara kita mengembangkan keahlian dan kompetensi kita.

ceritanya lagi menimba ilmu :D

Bukan semata untuk perusahaan, untuk negara (huahahaha... ini karena saya buruh di BUMN), untuk bos, atau untuk gaji (well, yeaahh... gaji penting sih ya... Iya kali kerja ga mikirin gaji mwahahah...).

Kita kerja ya untuk diri kita, untuk kebaikan dan perbaikan yang berkesinambungan dari diri kita.

Setuju banget ah.

Saya jadi makin semangat untuk sebaik-baiknya bekerja demi sebaik-baiknya saya dan hidup saya :).

-nova-     

Senin, 05 September 2016

Theo Turns Three Years Old


Menceritakannya, di usianya yang kini 3 tahun, adalah kisah yang panjang.

Sangaaatttt panjang...

Saya hamil untuk keempat kalinya saat itu. Tiga kali sebelumnya gagal dengan kisah :

1. Janin tidak berkembang saat usia 10 minggu, dikeluarkan dari rahim dengan saya minum obat yang mendorong saya kontraksi dan janin keluar lewat "jalurnya".
2. Janin "nyangkut"di saluran tuba falopi, dan keluar dengan cara saya operasi caesar, sekaligus memotong saluran tuba falopi saya yang kanan. Usianya saat itu sekitar 6 minggu.
3. Janin tidak berkembang, usia sekitar 7 minggu, dan dikeluarkan dengan kuret.

Jadi saya sudah pernah merasakan kontraksi normal, operasi caesar, kuret. Dan semuanya tidak membawa pulang bayi.

Dan jarak antara satu kehamilan ke kehamilan berikutnya cukup lama, kisaran 1-1,5 tahun. 

Saya mungkin jenis emak yang ga mudah hamil ya? :)

*kalau mengisahkannya sekarang sih udah lossss, lega aja. Dulu waktu mengalaminya, fiuuuhhh... tahun-tahun hidup yang penuh drama.

Dan kemudian saya hamil untuk keempat kalinya.

Jujur, itu bukan kehamilan yang direncanakan atau diprogramkan seperti kehamilan-kehamilan sebelumnya yang memang saya niat banget hamil. 

Saya test kehamilan nya aja bukan di pipis pertama seperti saran di kemasan test pack kehamilan, melainkan sekitar jam 10 pagi, di toilet kantor.

Waktu tahu positif hamil, saya nangis dong. Nangis ketakutan. Takut gagal lagi.

Gagal melulu hamil rasanya saya kena kutuk ga layak jadi ibu. Sungguh, ada fase begitu di masa hidup saya.

Kemudian kondisi kehamilan saya juga tidak mudah, saya sedang dalam kondisi hubungan yang kacau, pressure dari keluarga dan lingkungan, juga pekerjaan yang menggila dan karir yang kacau. Situasi hamil yang ga seindah gambaran perempuan hamil di iklan susu hamil lah...

Tapi deep inside, saya sangat sayang dengan janin keempat ini, saya bersyukur amat sangat dengan kebaikan Tuhan dalam hidup saya.

Kemudian lahirlah bayi lelaki ini.

Saya namai Tyaga Theo Ethan Ganesh.  

Jakarta, 28 Agustus 2013. Hello, world... 

Waktu berjalan dengan segala up and down nya jalan kehidupan kami.

Saat usianya 2 bulan Theo terdeteksi mengalami mikrosefalis. Bagaimana treatmentnya nanti saya share di tulisan lainnya ya.

Dan 28 Agustus lalu ia berusia 3 tahun.

Ucapan syukur kami lakukan di Sekolah Minggu, kepada para Tetangga di sekitar rumah, dan hari Selasanya, saat dia sekolah, kami bagikan ucapan syukur ke teman-teman sekelasnya.

Tidak ada perayaan khusus. Hanya saat tanggal 28 Agustus sore kami sekeluarga tiup lilin dan potong kue ulang tahun. Itu pun Si Bulet Anak Baik -panggilannya- sudah senang banget. Asal ada lagu "Panjang Umurnya" dan lagu-lagu ulang tahun lainnya, selesai... bahagialah dia. Simple ya membuat anak bahagia :).

Tuhan Maha Pengasih baik banget sama saya.

Anak ini.... segalanya...

My 3 years old young man 

 -nova-

Selasa, 16 Agustus 2016

Pulang Ke Toba

Jumat, 5 Agustus 2016 Bapauda (adik Papa) meninggal di Medan, dan akan dimakamkan di kampung halaman, Ajibata, Sumatera Utara.

Saya memutuskan pulang.

Saya sayang almarhum Bapauda saya ini. Saya sangat sedih Beliau meninggal. Saya ingin bisa menghadiri pemakamannya.

Saya pun rindu Toba. Sangat.

Ajibata adalah sebuah kecamatan yang lokasinya persis "nempel" dengan Danau Toba. Secara alaminya diberkahi Tuhan pemandangan danau yang indah. It's Toba. Ada yang lebih indah ? :)

Terakhir saya pulang kampung di tahun 2007.

Maka saya pun bersiap. Tidak sendiri, saya dan Theo.

Terbersit keinginan membawa Theo ke Toba.

Inginnya dalam suasana sukacita, memang untuk jalan-jalan atau liburan, bukan dalam suasana duka seperti ini. Tapi saya pikir lagi mau kapan lagi ada momennya? Lagipula kalau Theo saya tinggal, saya mau titipkan ke siapa? Semua keluarga juga sedang berduka.

Maka dipesanlah 4 tiket untuk flight jam 5 pagi, Sabtu 6 Agustus, dari Bandara Halim.

Kami; Papa, Mama, Saya, Theo.

Saya tidak bisa bilang bahwa saya frequent traveler, tapi dalam satu tahun lumayan ada lah saat-saat saya berkoper atau bertas-ria untuk pergi entah urusan kantor ataupun perjalanan pribadi, dan bisa saya simpulkan (halah, menyimpulkan sendiri) bahwa saya traveler yang sangat ringkas.

Untuk membawa keperluan saya dan Theo, termasuk keperluan saya untuk acara pemakaman Bapauda; baju khusus dan kain panjang, saya menggunakan cukup 1 koper kecil.

Tentang packing ala saya akan saya buatkan tulisan tersendiri ya.

Dalam tulisan ini yang ingin saya bagikan adalah trip saya dan Theo selama 2 hari saja (karena 2 hari lainnya dari total 4 hari kami disana, berkaitan dengan pemakaman Bapauda). Kami kemana saja dan ngapain saja.

Just us; Muti dan Theo :)

Ini bukan penerbangan pertama Theo. Tahun lalu di bulan November kami berlibur ke Yogya. He was 2 years old at that time. Saya sempat khawatir dia akan sulit di penerbangan. Ternyata dia santai, menikmati, dan tenang selama penerbangan Jakarta-Yogyakarta-Jakarta saat itu.

Saya tidak sekhawatir dulu, saya yakin penerbangan kali ini pun akan berjalan lancar. Yang saya khawatirkan hanya harus membawa dia terbang dini hari. Puji Tuhan, penerbangan kemarin pun aman dan lancar. Theo tenang dan menikmati perjalanan kami.


Opung Boru, Theo, Opung Doli. Look at that boy!!! Gayanyaaaa... Seolah dengan kekuatannya lah trolley itu bisa digerakkan :). Agustus 2016, Bandara Kualanamu. Saya dan Theo baru pertama kali ini landing di Kualanamu. 



Pemandangan dari teras hotel tempat kami menginap di Ajibata, Star Hotel. Hotel sederhana, milik masih saudara jauh, jadi dapat harga kamar diskon hihihi... Beruntungnya hotel ini dapat lokasi "nempel" ke danau, Jadi harga hemat, pemandangan dari hotel tetap ciamik :)



How happy he was at ferry. Dari pelabuhan Ajibata saya dan Theo ke Tomok menyebrangi danau dengan naik kapal penumpang. Walau ini kapal kecil, Theo bisa menikmati perjalanan pertamanya dengan kapal. He was very cheerful :)


Sampai di Tomok, pastinya dong saya ajak Theo ke Makam Raja Sidabutar, Mutinya kan boru Sidabutar :). Dari pelabuhan Tomok ke lokasi wisata kami naik Bentor alias Becak Motor. Kami ikutan nimbrung saja sama rombongan Turis Lokal dari Bandung, ada 5 orang yang sedang trip juga di Tomok. Saya minta izin ikut rombongan mereka selama perjalanan dan mendengarkan penjelasan tour guide. Ehm...termasuk minta tolong foto-in saya dan Theo :)


He run here and there free in the souvenir shops' alley in Tomok. Thank God he was happy with our trip.


I love this pic. Saya dan Theo dengan latar Danau Toba dan langitnya yang bersih.


Anak. Dimanapun saat bertemu dengan sesama anak, langsung main. Theo sangat mudah beradaptasi dengan anak-anak di Ajibata dan dia asik main di pasir tepi danau. It was very lovely see him that happy :)


My dear son. At kualanamu. Mau balik ke Jakarta. Dia hampir 3 tahun. Sangat aktif, berani, dan membuat saya kewalahan mengejar kesana sini selama di ruang tunggu bandara :)

 Cerita perjalanan kami ini bersambung di tulisan berikutnya ya.

-nova-