Jumat, 09 Desember 2016

Menikmati Buku
















Saya penikmat buku. Buku konservatif, bahkan, buku cetak, bukan e-book dan sejenisnya.

Saya senang membaca. Sangat. Baca apa saja.

Mau dikata milyaran informasi tumpah ruah dan dapat diakses dengan mudah melalui berbagai platform digital, baik berita benar maupun hoax hihihi... saya tetap tuh langganan koran harian cetak, dua tabloid cetak, dan tetap saya baca full, tidak hanya baca iklan tentang harga diapers lagi banyak diskon di hipermarket mana saja :).

Setiap bulan saya memisahkan anggaran tersendiri, walau tidak banyak, untuk beli 1-2 buku baru. Buku fiksi ataupun non fiksi, buku manajemen, pemasaran, bisnis, motivasi diri, novel romantis, novel detektif, apa saja deh saya baca.

Seingat saya, saya mulai koleksi buku sejak SMP. Ulang tahun ke-13 in spite of any other gifts a young girl could ask for her birthday present, saya ingat saat itu saya minta jam tangan dan satu set komik Candy-Candy ke orang tua saya. Satu set lengkap dari komik 1-9 yang kemudian saya bungkus dengan sampul dan saya simpan baik-baik setelah saya baca.

Setelah itu seperti unstopable saya membaca buku.

Saya koleksi buku-buku Agatha Christie (dan karenanya jatuh cinta setengah mati sama Hercule Poirot, tokoh detektif rekaan Christie), saya membaca banyak novel detektif dan komik Jepang semasa SMP-SMU.

Mulai kuliah S1 selain buku-buku wajib kuliah, saya tidak keberatan hunting buku-buku Psikologi lainnya di daerah Kwitang. Kwitang di awal tahun 2000-an, saat saya kuliah S1, adalah surganya buku. You asked any kind of book and tradaaaa... para Pedagang disana punya dong buku yang kita cari.

Dan ketika sekarang saya bekerja di bidang asuransi kerugian, untuk mendapat gelar profesi, ada berbagai ujian dengan subjek yang kita harus pelajari sendiri. Mungkin memang ada tipe orang yang baca sebentar, terus langsung paham isinya dan tradaaa... ikut ujian, lulus. Saya mah apa atuh, eh saya mah tidak bisa begitu. Buat saya untuk satu subjek ujian saja saya perlu membaca buku-buku CII (Chartered Insurance Institute) sebagai bahan ujian, selama setidaknya dua minggu sebelum ujian. Benar-benar saya baca dan saya pahami isi bukunya. Apa saya keberatan? Sama sekali tidak, malah saya senang saja bisa membaca buku keren begitu. Saya kadang mikir kalau saja saya baca buku ini tidak sekedar dalam rangka ujian -yang artinya membaca buku harus dengan strategi poin-poin penting, tapi memang membaca buku dengan santai- saya pasti akan sangat bisa menikmati buku-buku CII yang amit-amit tebalnya itu.

Memasuki kuliah S2, selain buku-buku yang direkomendasikan dosen untuk mata kuliah, saya tidak keberatan hunting buku-buku pendukungnya, saya baca dengan santai, saya nikmati isinya. Kebetulan pula saya belum punya anak sampai saya selesai kuliah S2, jadi saat di rumah, benar-benar bisa santai membaca buku, atau saat weekend saya bisa ke coffee shop mana, pesan kopi atau teh, cari spot untuk duduk yang nyaman, dan saya membaca sampai saya malu pesan hanya satu cangkir teh tapi nongkrong di cofee shop nya seharian hihiihi...

Akibat yang saya rasakan sekarang adalah, entah kenapa, saya lebih suka membaca buku daripada menonton televisi di saat senggang saya di rumah. Tidak ada televisi di kamar saya. Sebelum tidur saya lebih suka mendongeng atau mengobrol dan mendengarkan ocehan Theo sampai dia mengantuk dan tertidur.

Saya jadi tidak ke-kini-an ya? Bodo ah, yang penting saat bersama buku, saya merasa nyaman.

Ciyeeeeee.... nyaman bersamanya. Itu buku apa sandaran hidup? :)

-nova-






Tidak ada komentar:

Posting Komentar